Jakarta - Mahasiswi pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) Melinda Fitriani yang hilang sejak Kamis (14/4/2011) lalu ditemukan di Hostel Bloem Steen, kawasan Jalan Jaksa, Jakarta Pusat, Senin (18/4/2011). Berikut kronologi hilangnya Melinda hingga ditemukan.
Kronologi ini dihimpun dari berita detikcom sejak Melinda dilaporkan menghilang, termasuk yang diceritakan ayah dan ibu Melinda, Sapto Hartoyo dan Sri Andiani atau yang akrab dipanggil Anik.
Jumat, 15 April 2011
Sapto menjelaskan, Melinda terakhir kali menghubungi keluarga adalah pada Jumat pekan lalu. Seharusnya, seperti biasa pada akhir pekan Melinda seharusnya pulang ke rumahnya di Bintaro.
Pada Jumat itu Melinda meminta dijemput pukul 11.00 WIB. Namun kemudian Melinda mengirimkan pesan singkat agar dijemput pukul 15.00 WIB.
"Akhirnya saya sama bapak berangkat dari Jakarta habis salat Jumat sekitar pukul 13.00 WIB," terang Anik.
Namun karena tak kunjung tiba tanpa kabar, Sapto akhirnya mengunjungi kost Melinda di Wisma Fio Jl Dramaga IPB No 47 A, Bogor.
"Setelah ke sana saya tanya temannya, tanya pihak kampus juga tidak ada kabar. Tak ada kegiatan kampus juga," imbuh Sapto.
Orangtua Melinda sempat mengecek ke kampus untuk mencari putrinya. Namun tak juga ditemukan. Seorang penjaga kost mengaku melihat Melinda meninggalkan kostnya di Wisma Fio, Jl Dramaga IPB, Kabupaten Bogor.
"Dari keterangan Asep alias Nanang (14), penjaga kost, Melina meninggalkan kost pada Jumat (15/4) pagi sekitar pukul 07.00-08-00 WIB. Melina katanya pakai celana jeans gelap, kaos abu-abu dan tas gendong seperti mau kuliah," ujar Kapolsek Dramaga AKP Adang Supena saat dihubungi detikcom, Senin (18/4/2011).
Sabtu, 16 April 2011
Sapto mengaku juga sempat menerima SMS dari Melinda pada Sabtu pagi pukul 01.00 WIB. Saat itu Melinda hanya mengatakan kabarnya baik-baik.
"Bunyi SMS-nya 'saya baik-baik saja'," ungkap Sapto.
Akhirnya Sapto pun melaporkan hilangnya Melinda ke Polsek Dramaga. "Namun dialihkan untuk melapor ke Polres Bogor di Cibinong," terang pria yang tingal di daerah Bintaro ini.
Sapto pun mengatakan Melinda memiliki ciri-ciri rambut lurus dan panjang, berkulit putih, tidak berjilbab dan pendiam.
Minggu, 17 April 2011
Kepolisian Sektor Dramaga masih terus menelusuri hilangnya Melinda. Kasus hilangnya mahasiswi ini, diakui yang pertama kali terjadi di lingkungan Polsek Dramaga.
"Kita masih berusaha maksimal untuk menelusurinya," ujar petugas Polsek Dermaga, Briptu Doni Andrian, saat dihubungi detikcom, Minggu (17/4/2011).
Pada hari Minggu itu, penjaga Hostel Bloem Steen mengaku, Melinda menelepon ke hostel. Gadis 24 tahun itu datang naik taksi ke hostel, sendirian.
Hal ini diceritakan penjaga hostel, Adi dan Mos, ketika ditemui di Hostel Bloem Steen, Jalan Kebon Sirih Timur I, Jakarta Pusat, Selasa (19/4/2011).
"Melinda sudah datang sejak hari Minggu siang. Dia datang ke sini naik taksi sendirian. Tidak ada penampilan aneh, mukanya juga nggak capek, tidak seperti orang kusut, tapi bajunya apa saya lupa," jelas Adi.
"Sebelum Melinda ke sini, dia telepon dulu. Dia tanya alamatnya hotel ini di mana baru setelah itu tidak lama dia datang sendirian," sambung Mos.
Senin, 18 April 2011
Segala upaya dilakukan oleh keluarga Sapto untuk menemukan Melinda. Melinda sempat terlacak berada di sekitar Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat pada Senin pagi.
"Dari sinyal HP-nya tadi pagi keberadaannya terlacak berada di sekitar Jalan Kramat Raya, sempat juga kemarin di sekitar Menteng," ujar ayah Melinda, Sapto, saat dihubungi detikcom, Senin (18/4/2011).
Menurut Sapto, pihak keluarga terus mencari keberadaan Melinda. Beberapa kerabat juga dimintai tolong untuk mencari keberadaan puterinya itu.
"Beberapa keluarga sudah melacak ke lokasi, karena radius sinyal itu kan lebih dari dari 1 km persegi, jadi tidak mudah," terangnya.
Ada orang yang meminta uang pada keluarga Melinda dan mengaku punya informasi tertentu. "Tadi ada yang nelepon saya sekitar pukul 17.30 WIB. Dia mengatakan ada informasi tentang putri saya dan minta uang disetor dulu. Tapi itu mungkin hanya iseng," kata ayah Melinda, Sapto.
Sementara, itu di Hotel Bloem Steen, Melinda terlihat oleh penjaga hostel keluar untuk makan siang.
Selasa, 19 April 2011
Tidak hanya meminta bantuan kepada polisi, keluarga pun mencari keberadaan Melinda melalui 'orang pintar'.
"Saya selain ke kepolisian juga sudah bertemu ke 'orang pintar' untuk membantu menemukan Melinda," ujar ibunda Melinda, Sri Andiani, saat ditemui di kediamannya, Villa Bintaro Regency, Pondok Aren, Tangerang, Selasa (19/4/2011).
Menurut si 'orang pintar', Melinda dalam keadaan baik-baik saja. Hanya saja, keberadaan Melinda belum diketahui.
Sekitar pukul 14.00 WIB, ayah Melinda, Sapto dihubungi polisi bahwa Malinda ditemukan. Melinda ditemukan di Hostel Bloem Steen, Jalan Kebon Sirih Timur I, kawasan Jalan Jaksa, Jakarta Pusat.
Sekitar pukul 16.00 WIB, Melinda dijemput polisi dan keluarganya dan langsung dibawa ke Polda Metro Jaya.
(nwk/vta)
Rabu, 20 April 2011
Selasa, 19 April 2011
SBY Minta TNI & Polri Tingkatkan Keamanan
Bogor - Situasi dalam negeri yang 'diwarnai' aksi terorisme dan kekerasan horizontal menyedot perhatian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). SBY meminta TNI dan Polri serius meningkatkan keamanan.
"Kita telah diberikan warning dengan situasi keamanan dalam negeri kita. Kenapa demikian? Beberapa kali terjadi kekerasan horizontal yang menyebabkan korban, kerusakan," kata SBY saat membuka rapat kerja lanjutan dengan petinggi TNI dan Polri, gubernur, kepala daerah dan para menteri di Istana Bogor, Selasa (19/4/2011).
Menurut dia, masih terjadi aksi terorisme dan juga ada gejala radikalisasi. Apabila ketiga-tiganya dibiarkan maka akan menganggu keamanan dalam negeri kita.
Di sisi lain, kata SBY, terjadi pembangkangan hukum. Bahkan, terjadi satu dua kasus penyerangan terhadap petugas negara yang sedang mengemban tugas.
"Penyerangan dari unsur-unsur tertentu di masyarakat kita kepada petugas negara. Akhirnya, ini bisa mengancam keberlanjutkan keamanan dalam negeri," ujar SBY.
"Kalau kita tidak serius menangani keamanan, rakyat bisa terganggu akhirnya mereka mencari jalannya sendiri-sendiri dan ini tidak boleh terjadi," lanjutnya.
SBY meminta jajaran TNI dan Polri bersama-sama meningkatkan keamanan dan ketertiban. "Cegah terorisme, mencegah lebih baik daripada menindak," kata SBY.
SBY lalu meninggalkan ruangan. Rapat kerja selanjutnya dipimpin oleh Menko Polhukam Djoko Suyanto.
(aan/nrl)
KPK Usul Ambil Uang Korupsi dari Keluarga
Dikirim oleh humas pada 2011/4/18 8:00:00 (123 Pembaca)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengusulkan aturan tentang pelaku korupsi harus mengembalikan uang yang dikorupsi. Tidak saja yang ada pada diri pelaku, tapi juga keluarga dan kerabatnya. Usulan itu akan didorong masuk dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"KPK mengusulkan itu pada draf RUU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menetapkan aturan selain uang pelaku, uang yang mengalir kepada keluarga ataupun kerabatnya harus dirampas. Kita usulkan agar KPK bisa memperoleh aset yang dinikmati selain oleh terdakwa," ujar Chandra M Hamzah, Wakil Ketua KPK ketika berbincang dengan sejumlah wartawan, pada acara Lokakarya Peningkatan Wawasan Media di Lembang, Jawa Barat, Sabtu (1674/2011).
Menurut Chandra, usulan ini sangat penting untuk memaksimalkan pengembalian aset negara yang telah dikorupsi. Pasalnya, uang hasil korupsi kerap dibagi-bagikan oleh pelaku korupsi. "KPK telah lebih dahulu menerap-kan pengembalian hasil korupsi yang dinikmati selain terdakwa pada sejumlah kasus," ujar Chandra.
Dia memberi contoh kasus korupsi pengadaan alat kesehatan berupa rontgen portable untuk daerah terpencil, dengan terdakwa mantan Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan Sjafii Ahmad. Selain divonis 3,3 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor, ia juga diharuskan membayar uang pengganti sebesar Rp 9,8 miliar
Selain itu, pihak lain yang menerima uang korupsi juga diminta untuk mengembalikannya. Di antaranya adalah Radhitya Kresna (menantu Sjafii) Rp 455 juta, Sya-bita sv.it mu (anak Sjafii) Rp 1,5 " miliar, Dicky Yusuf Rp 140 juta, dan Yuniati Siregar Rp 20 juta.
"Ini dilakukan sebagai terobosan hukum. Ini adalah sebuah terobosan dengan meminla uang pengganti dari pihak yang menikmati hasil korupsi. Ini sesuai target KPK sebesar 50 persen pengembalian aset negara, tahun ini. Maksudnya adalah setidaknya terdakwa bisa membayar 50 persen dari vonis uang pengganti yang dijatuhkan padanya," rincinya,
Sumber: Indopos, 18 April 2011
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengusulkan aturan tentang pelaku korupsi harus mengembalikan uang yang dikorupsi. Tidak saja yang ada pada diri pelaku, tapi juga keluarga dan kerabatnya. Usulan itu akan didorong masuk dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"KPK mengusulkan itu pada draf RUU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menetapkan aturan selain uang pelaku, uang yang mengalir kepada keluarga ataupun kerabatnya harus dirampas. Kita usulkan agar KPK bisa memperoleh aset yang dinikmati selain oleh terdakwa," ujar Chandra M Hamzah, Wakil Ketua KPK ketika berbincang dengan sejumlah wartawan, pada acara Lokakarya Peningkatan Wawasan Media di Lembang, Jawa Barat, Sabtu (1674/2011).
Menurut Chandra, usulan ini sangat penting untuk memaksimalkan pengembalian aset negara yang telah dikorupsi. Pasalnya, uang hasil korupsi kerap dibagi-bagikan oleh pelaku korupsi. "KPK telah lebih dahulu menerap-kan pengembalian hasil korupsi yang dinikmati selain terdakwa pada sejumlah kasus," ujar Chandra.
Dia memberi contoh kasus korupsi pengadaan alat kesehatan berupa rontgen portable untuk daerah terpencil, dengan terdakwa mantan Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan Sjafii Ahmad. Selain divonis 3,3 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor, ia juga diharuskan membayar uang pengganti sebesar Rp 9,8 miliar
Selain itu, pihak lain yang menerima uang korupsi juga diminta untuk mengembalikannya. Di antaranya adalah Radhitya Kresna (menantu Sjafii) Rp 455 juta, Sya-bita sv.it mu (anak Sjafii) Rp 1,5 " miliar, Dicky Yusuf Rp 140 juta, dan Yuniati Siregar Rp 20 juta.
"Ini dilakukan sebagai terobosan hukum. Ini adalah sebuah terobosan dengan meminla uang pengganti dari pihak yang menikmati hasil korupsi. Ini sesuai target KPK sebesar 50 persen pengembalian aset negara, tahun ini. Maksudnya adalah setidaknya terdakwa bisa membayar 50 persen dari vonis uang pengganti yang dijatuhkan padanya," rincinya,
Sumber: Indopos, 18 April 2011
Duit Nasabah Citibank Ditilep Masuk Perusahaan Milik MD
Jakarta - Bagaimana cara MD menilep uang nasabah? Ternyata tersangka kasus pembobolan Citibank ini cukup lihai mengalihkan uang miliaran rupiah masuk ke rekeningnya.
Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Anton Bachrul Alam mengatakan, MD menyuruh teller untuk memindahkan transaksi ke sebuah rekening bank lain. Setelah itu, dari rekening bank ditransfer kembali ke sebuah perusahaan.
"MD itu bisa memindahkan suatu transaksi dibantu lewat teler ke satu bank. Lalu dari bank itu bisa ditaruh di perusahaan lain dan ternyata itu perusahaannya," kata Anton di kantornya, Jl Trunojoyo, Jaksel, Rabu (30/3/2011).
Anton mengatakan, pihaknya masih menyelidiki secara detil bagaimana uang nasabah bisa digunakan oleh MD. Saat ini MD terus dilakukan pemeriksaan lanjutan.
"Perusahaan punya dia. Demi penyidikan jangan dulu (disebut)," imbuhnya.
Namun, Anton enggan menjelaskan perusahaan apa yang dimiliki MD. "Nantilah ini kan masih penyelidikan," kilahnya.
Polisi telah menyita dua mobil mewah MD yakni 1 unit mobil merek Hummer-3 Luxury Sport Utility B 18 DIK yang ditaksir senilai Rp 3,4 miliar dan Mercedez S300. Mobil Hummer dimiliki atas nama suami MD dan Mercedez atas nama anaknya.
Kedua mobil tersebut diduga memiliki kaitan dengan tindak pidana yang dilakukan MD. MD diduga melakukan pembobolan dana nasabah Citibank senilai Rp 17 milliar.
MD diduga bernama Malinda Dee. Ia merupakan salah seorang karyawati Citibank senior. Selain MD, polisi juga menangkap D, teller Citibank yang diduga ikut serta dalam pembobolan tersebut.
Malinda dijerat pasal 49 ayat 1 dan 2 UU no 7 tahun 1992 sebagaimana diubah dengan UU no 10 tahun 1998 tentang perbankan dan atau pasal 6 UU no 15 tahun 2002 sebagaimana diubah dengan UU no 25 tahun 2003 sebagaimana diubah dengan UU no 8 tahun 2010 tentang tindak pidana pencucian uang.
Citibank telah menyampaikan rilis mengenai kasus ini. Citibank menjamin perlindungan bagi nasabahnya terkait kasus penggelapan dana Rp 17 miliar itu. Citibank menegaskan semua nasabah aman dan akan diberi penggantian bagi yang dirugikan.
"Adalah komitmen kami untuk melindungi kepentingan nasabah kami, termasuk secepatnya mengembalikan kerugian yang dialami oleh nasabah yang hilang melalui transaksi tidak sah di dalam rekening mereka secara adil dan tepat waktu," kata Director Country Corporate Affairs Head Citi Indonesia, Ditta Amahorseya dalam siaran pers, Senin (28/3/2011) kemarin.
(ape/anw)
Kenaikan Gaji PNS Picu Peningkatan Konsumsi
Politikindonesia - Kenaikan gaji pegawai negeri sipil (PNS) dan perbaikan remunerasi terkait reformasi birokrasi di beberapa kementerian/lembaga berpengaruh pada meningkatnya konsumsi masyarakat.
Dalam Laporan Kebijakan Moneter BI triwulan II Tahun 2011 disebutkan konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh 4,8% pada triwulan II/2011. Sementara itu, untuk keseluruhan 2011, konsumsi rumah tangga akan tumbuh di kisaran 4,4%-4,9%. Selanjutnya, konsumsi rumah tangga pada 2012 diperkirakan tumbuh lebih tinggi di kisaran 4,6%-5,1%.
"Pendapatan masyarakat yang meningkat secara umum berasal dari peningkatan upah dan gaji serta pendapatan dari hasil ekspor," demikian rilis BI dalam laporannya.
BI menyebutkan, pada 2011, rata-rata Upah Minimum Provinsi (UMP) naik sebesar 8,7%. Kenaikan itu lebih tinggi dibanding rata-rata kenaikan pada 2010 sebesar 8%. Hal itu akan mendorong peningkatan konsumsi rumah tangga masyarakat.
Selain UMP, peningkatan konsumsi berasal dari kenaikan gaji aparat negara sebesar 10%-15% dan dibayarkannya gaji ke-13. Tak hanya itu, perbaikan pendapatan aparat negara juga berasal dari perbaikan remunerasi terkait reformasi birokrasi di beberapa kementerian/lembaga.
Berdasarkan data dari Badan Kepegawaian Negara, jumlah PNS pada 2010 tercatat sebanyak 4,6 juta pegawai. Peningkatan daya beli dari pegawai tersebut diperkirakan mendorong konsumsi rumah tangga.
Meningkatnya pendapatan akan mendorong ekspektasi penghasilan yang lebih tinggi. Hal itu tercermin pada hasil survei konsumen BI yang menunjukkan tren peningkatan ekspektasi penghasilan dalam 6 bulan mendatang.
Secara umum, tren survei konsumen menunjukkan peningkatan, yang ditunjukkan pada Maret mencapai indeks 140, dibanding awal tahun sekitar 137. Peningkatan konsumsi itu selain karena kenaikan pendapatan, juga didukung dengan berlanjutnya ekspektasi apresiasi rupiah. Sementara itu, dari sisi regulasi, penurunan bea masuk impor kendaraan diperkirakan dapat mendorong penjualan kendaraan.
“Konsumsi non makanan terindikasi tetap tinggi pada triwulan I-2011. Hal itu ditunjukkan pada permintaan mobil dan motor yang masih mencatat penjualan tinggi meski sedikit melambat. Penjualan mobil dan sepeda motor pada Januari-Maret 2011 masing-masing tumbuh sebesar 29,5% (year on year/yoy) dan 16,2% (yoy),” urai laporan BI.
(ss/rin/dir)
Citibank "Tutup Rapat" Kasus Penggelapan Dana Nasabah Oleh MD
Jakarta - Citibank enggan buka-bukaan soal modus operasi penipuan dana nasabah hingga miliaran rupiah yang dilakukan mantan karyawatinya berinisial MD. Kasus ini disebut Citibank terisolasi dan sedang ditangani pihak polisi.
"Kasus ini adalah kasus terisolasi dari eks karyawan dan sedang dalam investigasi dan sudah ditangani polisi," ujar Managing Director and Country Business Manager Tigor Siahaan ketika ditemui di Hotel Mulia, Jakarta, Rabu (30/3/2011).
Saat ditemui, Tigor enggan mengatakan pola penipuan yang dilakukan oleh MD. Bahkan jumlah nasabah dan uang yang digelapkan juga ditutup rapat-rapat olehnya.
"Tidak ada nasabah yang dirugikan sama sekali dari kasus ini," jelas Tigor.
Setelah mencuatnya kasus penggelapan dana nasabah tersebut, ujar Tigor, semua nasabah Citibank sudah dihubungi dan dijelaskan mengenai duduk masalah tersebut. "Mereka (nasabah) cukup happy dan puas dengan kondisi sekarang," imbuh Tigor.
Sejak kasus ini menguak, Tigor mengakui pihaknya meningkatkan pengawasan internal sehingga kasus ini tidak terjadi di tempat lainnya.
Seperti diketahui, polisi telah mengamankan mantan karyawan Citibank yang diduga menggelapkan dana hingga miliaran rupiah. Mantan karyawan itu adalah MD alias Malinda Dee. Ia merupakan salah seorang karyawati Citibank senior. Selain MD, polisi juga menangkap D, teller Citibank yang diduga ikut serta dalam pembobolan tersebut.
Malinda dijerat pasal 49 ayat 1 dan 2 UU no 7 tahun 1992 sebagaimana diubah dengan UU no 10 tahun 1998 tentang perbankan dan atau pasal 6 UU no 15 tahun 2002 sebagaimana diubah dengan UU no 25 tahun 2003 sebagaimana diubah dengan UU no 8 tahun 2010 tentang tindak pidana pencucian uang.
Citibank telah menyampaikan rilis mengenai kasus ini. Citibank menjamin perlindungan bagi nasabahnya terkait kasus penggelapan dana Rp 17 miliar itu. Citibank menegaskan semua nasabah aman dan akan diberi penggantian bagi yang dirugikan.
"Adalah komitmen kami untuk melindungi kepentingan nasabah kami, termasuk secepatnya mengembalikan kerugian yang dialami oleh nasabah yang hilang melalui transaksi tidak sah di dalam rekening mereka secara adil dan tepat waktu," kata Director Country Corporate Affairs Head Citi Indonesia, Ditta Amahorseya beberapa waktu lalu.
"Kasus ini adalah kasus terisolasi dari eks karyawan dan sedang dalam investigasi dan sudah ditangani polisi," ujar Managing Director and Country Business Manager Tigor Siahaan ketika ditemui di Hotel Mulia, Jakarta, Rabu (30/3/2011).
Saat ditemui, Tigor enggan mengatakan pola penipuan yang dilakukan oleh MD. Bahkan jumlah nasabah dan uang yang digelapkan juga ditutup rapat-rapat olehnya.
"Tidak ada nasabah yang dirugikan sama sekali dari kasus ini," jelas Tigor.
Setelah mencuatnya kasus penggelapan dana nasabah tersebut, ujar Tigor, semua nasabah Citibank sudah dihubungi dan dijelaskan mengenai duduk masalah tersebut. "Mereka (nasabah) cukup happy dan puas dengan kondisi sekarang," imbuh Tigor.
Sejak kasus ini menguak, Tigor mengakui pihaknya meningkatkan pengawasan internal sehingga kasus ini tidak terjadi di tempat lainnya.
Seperti diketahui, polisi telah mengamankan mantan karyawan Citibank yang diduga menggelapkan dana hingga miliaran rupiah. Mantan karyawan itu adalah MD alias Malinda Dee. Ia merupakan salah seorang karyawati Citibank senior. Selain MD, polisi juga menangkap D, teller Citibank yang diduga ikut serta dalam pembobolan tersebut.
Malinda dijerat pasal 49 ayat 1 dan 2 UU no 7 tahun 1992 sebagaimana diubah dengan UU no 10 tahun 1998 tentang perbankan dan atau pasal 6 UU no 15 tahun 2002 sebagaimana diubah dengan UU no 25 tahun 2003 sebagaimana diubah dengan UU no 8 tahun 2010 tentang tindak pidana pencucian uang.
Citibank telah menyampaikan rilis mengenai kasus ini. Citibank menjamin perlindungan bagi nasabahnya terkait kasus penggelapan dana Rp 17 miliar itu. Citibank menegaskan semua nasabah aman dan akan diberi penggantian bagi yang dirugikan.
"Adalah komitmen kami untuk melindungi kepentingan nasabah kami, termasuk secepatnya mengembalikan kerugian yang dialami oleh nasabah yang hilang melalui transaksi tidak sah di dalam rekening mereka secara adil dan tepat waktu," kata Director Country Corporate Affairs Head Citi Indonesia, Ditta Amahorseya beberapa waktu lalu.
Jumat, 08 April 2011
Kekerasan Dalam Dunia Pendidikan
KEKERASAN DALAM DUNIA PENDIDIKAN
Civitas akademika sebuah perguruan tinggi, dalam kategori tertentu, dapat dipandang sebagai sebuah sub-kultur dengan “tradisi” dan pola “interaksi sosial” antar civitas akademika yang memiliki karakteristik yang khas. Selain kekhasannya sebagai sebuah “masyarakat” akademis, ia pun memiliki kompleksitasnya seperti halnya masyarakat pada umumnya.
Upaya ke arah ini dilakukan melalui pembelajaran terhadap humaniora, ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan. Itulah mengapa, institusi pendidikan dieksplisitkan sebagai center of excellence bagi terwujudnya humanisme yang transendental. Maka, dengan sendirinya, sebuah institusi pendidikan berarti sebuah lingkungan yang jauh lebih berwibawa dibandingkan dengan lingkungan pabrik, bengkel, pasar, hotel dan atau dibandingkan barak militer. Ini karena, secara eksistensial, setiap manusia dalam lingkungan pendidikan didorong mengenal hakikat kemanusiaan dirinya secara utuh serta belajar menerima keberadaan orang lain dengan prinsip tepa selira. Itulah mengapa, pembudayaan akal budi dalam dunia pendidikan seiring dan sejalan dengan pengukuhan hati nurani. Dalam dunia pendidikan itulah intelektualitas berfungsi merawat hati nurani. Kita tak dapat mengelak dari cita dan fakta pendidikan. Pada satu sisi, cita pendidikan adalah lahirnya humanisme transendetal. Pada lain sisi, fakta yang bergemuruh di dunia pendidikan justru berjalin dengan brutalitas.
Wujud kongkrit dari tindak kekerasan yang dilakukan para dosen di sebuah perguruan tinggi yang sangat dikenal dikalangan mahasiswa antara lain:
pemerasan pada mahasiswa dengan cara “mewajibkan” untuk membeli diktat atau buku yang ditulis oleh dosen tersebut yang berimplikasi pada besar kecilnya nilai matakuliah matakuliah, atau bahkan lulus dan tidaknya. Fenomena ini merupakan fenomena paling klasik yang dikenal di dunia perguruan tinggi. Sehingga, muncul istilah dosen “diktator” (jual diktat untuk membeli motor?). Berbeda dengan istilah dosen killer, karena biasanya istilah tersebut (dosen killer) diucapkan oleh mahasiswa dalam kesan mendua, selain kesan negatif di sisi lain tersirat kesan yang lebih positif berupa kekaguman atau lebih tepatnya sikap hormat atas sikap tegas dari sang dosen. Lain halnya dengan kesan terhadap dosen “diktator”.
Selain bentuk “kekerasan” tersebut, terdapat bentuk kekerasan lain dalam bentuk “transaksi” nilai matakuliah. Yaitu, nilai matakuliah yang diberikan dosen kepada mahasiswanya didasarkan pada harga nominal tertentu.
Bentuk pemerasan di dunia pendidikan telah pula mengarah pada hal yang berbau seks.
Terdapat paling tidak dua kemungkinan penyebab terjadinya aksi kekerasan dalam bentuk pemerasan yang dilakukan oleh dosen terhadap mahasiswanya, pertama disebabkan rendahnya kesejahteraan (kemiskinan terselubung) dan kedua persoalan moralitas.
Kekerasan di Dunia Pendidikan
· 3 April 2007 : Cliff Muntu (19), praja tingkat II Institut Pendidikan Dalam Negeri (IPDN), Jatinangor, Jawa Barat tewas. Kematian mahasiswa asal Manada, Sulawesi Utara, itu diduga karena dianiaya oleh seniornya.
· 28 April 2007 : Edo Rinaldo (8), siswa kelas II SD Santa Maria Immaculata di Pondok Bambu, Duren Sawit, jakarta Timur, tewas setelah dikeroyok empat teman sebaya di sekolahnya. Seorang pelakunya adalah siswa kelas IV SD, sedang tiga lainnya adalah teman sekelas dan ketiganya perempuan.
· 15 Mei 2007 : Blasius Adi Saputra (18), siswa kelas I SMA Pangudi Luhur, Jakarta Selatan, melaporkan ke polisi soal kekerasan fisik dan mental yang dialaminya di sekolah. Penganiayaan itu diduga dilakukan oleh seniornya.
· 30 Mei 2007 : Tiga siswa SMP Negeri 8 Kota Tegal, Jawa Tengah, mengaku dianiaya kepala sekolah mereka, Muslich, karena tidak bersedia membukakan pintu gerbang sekolah. Ketiga siswa itu adalah Fajar Nurdiansyah (14), Jamaludin (14), dan Andi Setiawan (14). Akibatnya, fajar dan Jamaludin mengalami trauma sehingga takut berangkat sekolah.
· 21 Agustus 2007 : Franky Edward Damar (16), siswa kelas I SMK Pelayaran Wira Maritim, Surabaya, meninggal saat mengikuti masa orientasi sekolah (MOS). Sebelumnya Franky beberapa kali mengeluh sakit kepala kepada para senior, tetapi hanya diberi obat sakit perut.
· 10 November 2007 : Muhammad Fadhil Harkaputra Sirath (15), siswa kelas X SMA 34 Pondok Labu, Jakarta Selatan, disiksa seniornya hingga retak tulang tangan sebelah kiri dan luka sundutan rokok di kedua tangan. Fadhil diduga dianiaya anggota geng Gazper yang beranggotakan ratusan siswa SMA 34.
Sumber: Kompas,11 November 2007, hlm. 1
Sudah menjadi kelaziman di dunia pendidikan, bahwa student government dicanangkan sebagai regulasi dan pengorganisasian demi mengarahkan perilaku dan tindakan para siswa. Melalui student government maka kurikulum dan kerangka disiplin siswa diberlakukan serta diimplementasikan. Harapan besar bersamaan dengan adanya student government adalah untuk memberikan garansi agar proses-proses pembelajaran dalam dunia pendidikan berjalan normal sebagaimana mestinya tanpa direcoki oleh vandalisme dan juvenile delequency.Dengan demikian pula demokrasi dan kebebasan sipil menstimuli institusi-institusi pendidikan untuk berperan sebagai titik temu (melting pot) siswa dari berbagai macam latar belakang. Tapi semua ini mencetuskan keuntungan dan kerugian. Keuntungan sebagai melting pot terkait dengan kenyataan bahwa institusi pendidikan berada di garda depan pembelajaran akan toleransi. Kerugian sebagai melting pot justru tampak mencolok pada timbulnya spiral kekerasan dari siswa, oleh siswa dan untuk siswa.
Prinsip kerja good government diberlakukan justru demi menyimak secara kritis apakah lingkungan eksternal pendidikan memberikan pengaruh positif atau malah menyuguhkan pengaruh negatif terhadap lingkungan internal dunia pendidikan. Kegagalan mengimplementasikan good government inilah sesungguhnya yang menjadi faktor determinan timbulnya kekerasaan dalam sebuah lingkungan pendidikan, yaitu :
1. Kekerasan dalam rumah tangga dan pengaruh media massa yang sarat akan kekerasan.
2. Kekacauan makna akan kompetisi. Tak dapat dibantah fakta dan kenyataan, bahwa sekolah merupakan sebuah lingkungan sosial di mana setiap siswa saling dikompetisikan dengan siswa lain berdasarkan takaran yang tak sepenuhnya bercorak humanistik transendental. Nilai dan prestasi siswa sepenuhnya berpijak pada kompetisi antar-siswa serta mengabaikan kompetisi melawan dirinya sendiri. Inilah sebuah model kompetisi yang tak sepenuhnya menjanjikan lahirnya kebajikan. Mengapa? Secara sistematis, sekolah dan lembaga pendidikan memosisikan setiap siswa sebagai musuh (enemy) bagi siswa lain. Seakan tak disadari, sekolah dan institusi pendidikan mengajari setiap siswa bertarung melawan siswa lain. Dari sini kemudian muncul nilai, ranking atau peringkat. Menjadi yang terbaik dalam dunia pendidikan sama dan sebangun maknanya dengan memusuhi orang lain. Seakan diterima sebagai aksioma, institusi-institusi pendidikan menumbuh-suburkan spirit darwinisme sosial (social darwinism).
3. Tergerusnya pelayanan negara dalam bidang pendidikan yaitu tidak ada visi yang jelas mengenai dunia pendidikan nasiona dan system pendidikan yang terbuka atas control public
4. Adanya unsur balas dendam atas perlakuan senior terdahulu.
JALAN KELUAR
1. Berkaitan erat dengan lingkungan keluarga dan lingkungan sosial dari mana siswa berasal. Asumsinya adalah, tak ada seorang pun siswa yang tak memiliki lingkungan budaya.
Kekerasan yang kemudian berkembang menjadi watak dalam diri seorang siswa sangat mungkin mengambil titik tolak dari kekerasan dalam lingkungan keluarga dan dari lingkungan budaya di mana siswa berasal.
2. Upaya koreksi terhadap hakikat kompetisi dalam pendidikan. Agar tak menstimuli timbulnya kekerasan, maka kompetisi dalam dunia pendidikan sejatinya memang dilandasakan pada optimisme tentang manusia. Artinya, setiap siswa harus dipersepsi memiliki kapasitas dan kompetensi dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan. Sang siswa harus berkompetensi melawan kemalasan, kebebalan dan kedunguan yang bersarang dalam dirinya sendiri. Tujuannya, agar setiap kapasitas dan kompetensi yang ada dalam diri siswa dapat diartikulasikan serta menghasilkan resultante positif melalui proses-proses pembelajaran.
3. Pengelolaan pendidikan secara keseluruhan atau pendidikan pada garda nasional. Sudah saatnya negara memosisikan pendidikan sebagai medan pengabdian terhadap masyarakat dan bangsa ini secara keseluruhan.
daftra pustaka :
www.kekerasan-dalam-dunia-pendidikan.blogspot.com
Civitas akademika sebuah perguruan tinggi, dalam kategori tertentu, dapat dipandang sebagai sebuah sub-kultur dengan “tradisi” dan pola “interaksi sosial” antar civitas akademika yang memiliki karakteristik yang khas. Selain kekhasannya sebagai sebuah “masyarakat” akademis, ia pun memiliki kompleksitasnya seperti halnya masyarakat pada umumnya.
Upaya ke arah ini dilakukan melalui pembelajaran terhadap humaniora, ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan. Itulah mengapa, institusi pendidikan dieksplisitkan sebagai center of excellence bagi terwujudnya humanisme yang transendental. Maka, dengan sendirinya, sebuah institusi pendidikan berarti sebuah lingkungan yang jauh lebih berwibawa dibandingkan dengan lingkungan pabrik, bengkel, pasar, hotel dan atau dibandingkan barak militer. Ini karena, secara eksistensial, setiap manusia dalam lingkungan pendidikan didorong mengenal hakikat kemanusiaan dirinya secara utuh serta belajar menerima keberadaan orang lain dengan prinsip tepa selira. Itulah mengapa, pembudayaan akal budi dalam dunia pendidikan seiring dan sejalan dengan pengukuhan hati nurani. Dalam dunia pendidikan itulah intelektualitas berfungsi merawat hati nurani. Kita tak dapat mengelak dari cita dan fakta pendidikan. Pada satu sisi, cita pendidikan adalah lahirnya humanisme transendetal. Pada lain sisi, fakta yang bergemuruh di dunia pendidikan justru berjalin dengan brutalitas.
Wujud kongkrit dari tindak kekerasan yang dilakukan para dosen di sebuah perguruan tinggi yang sangat dikenal dikalangan mahasiswa antara lain:
pemerasan pada mahasiswa dengan cara “mewajibkan” untuk membeli diktat atau buku yang ditulis oleh dosen tersebut yang berimplikasi pada besar kecilnya nilai matakuliah matakuliah, atau bahkan lulus dan tidaknya. Fenomena ini merupakan fenomena paling klasik yang dikenal di dunia perguruan tinggi. Sehingga, muncul istilah dosen “diktator” (jual diktat untuk membeli motor?). Berbeda dengan istilah dosen killer, karena biasanya istilah tersebut (dosen killer) diucapkan oleh mahasiswa dalam kesan mendua, selain kesan negatif di sisi lain tersirat kesan yang lebih positif berupa kekaguman atau lebih tepatnya sikap hormat atas sikap tegas dari sang dosen. Lain halnya dengan kesan terhadap dosen “diktator”.
Selain bentuk “kekerasan” tersebut, terdapat bentuk kekerasan lain dalam bentuk “transaksi” nilai matakuliah. Yaitu, nilai matakuliah yang diberikan dosen kepada mahasiswanya didasarkan pada harga nominal tertentu.
Bentuk pemerasan di dunia pendidikan telah pula mengarah pada hal yang berbau seks.
Terdapat paling tidak dua kemungkinan penyebab terjadinya aksi kekerasan dalam bentuk pemerasan yang dilakukan oleh dosen terhadap mahasiswanya, pertama disebabkan rendahnya kesejahteraan (kemiskinan terselubung) dan kedua persoalan moralitas.
Kekerasan di Dunia Pendidikan
· 3 April 2007 : Cliff Muntu (19), praja tingkat II Institut Pendidikan Dalam Negeri (IPDN), Jatinangor, Jawa Barat tewas. Kematian mahasiswa asal Manada, Sulawesi Utara, itu diduga karena dianiaya oleh seniornya.
· 28 April 2007 : Edo Rinaldo (8), siswa kelas II SD Santa Maria Immaculata di Pondok Bambu, Duren Sawit, jakarta Timur, tewas setelah dikeroyok empat teman sebaya di sekolahnya. Seorang pelakunya adalah siswa kelas IV SD, sedang tiga lainnya adalah teman sekelas dan ketiganya perempuan.
· 15 Mei 2007 : Blasius Adi Saputra (18), siswa kelas I SMA Pangudi Luhur, Jakarta Selatan, melaporkan ke polisi soal kekerasan fisik dan mental yang dialaminya di sekolah. Penganiayaan itu diduga dilakukan oleh seniornya.
· 30 Mei 2007 : Tiga siswa SMP Negeri 8 Kota Tegal, Jawa Tengah, mengaku dianiaya kepala sekolah mereka, Muslich, karena tidak bersedia membukakan pintu gerbang sekolah. Ketiga siswa itu adalah Fajar Nurdiansyah (14), Jamaludin (14), dan Andi Setiawan (14). Akibatnya, fajar dan Jamaludin mengalami trauma sehingga takut berangkat sekolah.
· 21 Agustus 2007 : Franky Edward Damar (16), siswa kelas I SMK Pelayaran Wira Maritim, Surabaya, meninggal saat mengikuti masa orientasi sekolah (MOS). Sebelumnya Franky beberapa kali mengeluh sakit kepala kepada para senior, tetapi hanya diberi obat sakit perut.
· 10 November 2007 : Muhammad Fadhil Harkaputra Sirath (15), siswa kelas X SMA 34 Pondok Labu, Jakarta Selatan, disiksa seniornya hingga retak tulang tangan sebelah kiri dan luka sundutan rokok di kedua tangan. Fadhil diduga dianiaya anggota geng Gazper yang beranggotakan ratusan siswa SMA 34.
Sumber: Kompas,11 November 2007, hlm. 1
Sudah menjadi kelaziman di dunia pendidikan, bahwa student government dicanangkan sebagai regulasi dan pengorganisasian demi mengarahkan perilaku dan tindakan para siswa. Melalui student government maka kurikulum dan kerangka disiplin siswa diberlakukan serta diimplementasikan. Harapan besar bersamaan dengan adanya student government adalah untuk memberikan garansi agar proses-proses pembelajaran dalam dunia pendidikan berjalan normal sebagaimana mestinya tanpa direcoki oleh vandalisme dan juvenile delequency.Dengan demikian pula demokrasi dan kebebasan sipil menstimuli institusi-institusi pendidikan untuk berperan sebagai titik temu (melting pot) siswa dari berbagai macam latar belakang. Tapi semua ini mencetuskan keuntungan dan kerugian. Keuntungan sebagai melting pot terkait dengan kenyataan bahwa institusi pendidikan berada di garda depan pembelajaran akan toleransi. Kerugian sebagai melting pot justru tampak mencolok pada timbulnya spiral kekerasan dari siswa, oleh siswa dan untuk siswa.
Prinsip kerja good government diberlakukan justru demi menyimak secara kritis apakah lingkungan eksternal pendidikan memberikan pengaruh positif atau malah menyuguhkan pengaruh negatif terhadap lingkungan internal dunia pendidikan. Kegagalan mengimplementasikan good government inilah sesungguhnya yang menjadi faktor determinan timbulnya kekerasaan dalam sebuah lingkungan pendidikan, yaitu :
1. Kekerasan dalam rumah tangga dan pengaruh media massa yang sarat akan kekerasan.
2. Kekacauan makna akan kompetisi. Tak dapat dibantah fakta dan kenyataan, bahwa sekolah merupakan sebuah lingkungan sosial di mana setiap siswa saling dikompetisikan dengan siswa lain berdasarkan takaran yang tak sepenuhnya bercorak humanistik transendental. Nilai dan prestasi siswa sepenuhnya berpijak pada kompetisi antar-siswa serta mengabaikan kompetisi melawan dirinya sendiri. Inilah sebuah model kompetisi yang tak sepenuhnya menjanjikan lahirnya kebajikan. Mengapa? Secara sistematis, sekolah dan lembaga pendidikan memosisikan setiap siswa sebagai musuh (enemy) bagi siswa lain. Seakan tak disadari, sekolah dan institusi pendidikan mengajari setiap siswa bertarung melawan siswa lain. Dari sini kemudian muncul nilai, ranking atau peringkat. Menjadi yang terbaik dalam dunia pendidikan sama dan sebangun maknanya dengan memusuhi orang lain. Seakan diterima sebagai aksioma, institusi-institusi pendidikan menumbuh-suburkan spirit darwinisme sosial (social darwinism).
3. Tergerusnya pelayanan negara dalam bidang pendidikan yaitu tidak ada visi yang jelas mengenai dunia pendidikan nasiona dan system pendidikan yang terbuka atas control public
4. Adanya unsur balas dendam atas perlakuan senior terdahulu.
JALAN KELUAR
1. Berkaitan erat dengan lingkungan keluarga dan lingkungan sosial dari mana siswa berasal. Asumsinya adalah, tak ada seorang pun siswa yang tak memiliki lingkungan budaya.
Kekerasan yang kemudian berkembang menjadi watak dalam diri seorang siswa sangat mungkin mengambil titik tolak dari kekerasan dalam lingkungan keluarga dan dari lingkungan budaya di mana siswa berasal.
2. Upaya koreksi terhadap hakikat kompetisi dalam pendidikan. Agar tak menstimuli timbulnya kekerasan, maka kompetisi dalam dunia pendidikan sejatinya memang dilandasakan pada optimisme tentang manusia. Artinya, setiap siswa harus dipersepsi memiliki kapasitas dan kompetensi dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan. Sang siswa harus berkompetensi melawan kemalasan, kebebalan dan kedunguan yang bersarang dalam dirinya sendiri. Tujuannya, agar setiap kapasitas dan kompetensi yang ada dalam diri siswa dapat diartikulasikan serta menghasilkan resultante positif melalui proses-proses pembelajaran.
3. Pengelolaan pendidikan secara keseluruhan atau pendidikan pada garda nasional. Sudah saatnya negara memosisikan pendidikan sebagai medan pengabdian terhadap masyarakat dan bangsa ini secara keseluruhan.
daftra pustaka :
www.kekerasan-dalam-dunia-pendidikan.blogspot.com
Kekersan Terhadap Wanita
DEFINISI
Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan-penderitaan pada perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum atau dalam lingkungan kehidupan pribadi.
Seringkali kekerasan pada perempuan terjadi karena adanya ketimpangan atau ketidakadilan jender. Ketimpangan jender adalah perbedaan peran dan hak perempuan dan laki-laki di masyarakat yang menempatkan perempuan dalam status lebih rendah dari laki-laki. “Hak istimewa” yang dimiliki laki-laki ini seolah-olah menjadikan perempuan sebagai “barang” milik laki-laki yang berhak untuk diperlakukan semena-mena, termasuk dengan cara kekerasan.
Perempuan berhak memperoleh perlindungan hak asasi manusia. Kekerasan terhadap perempuan dapat berupa pelanggaran hak-hak berikut:
* Hak atas kehidupan
* Hak atas persamaan
* Hak atas kemerdekaan dan keamanan pribadi
* Hak atas perlindungan yang sama di muka umum
* Hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan fisik maupun mental yang sebaik-baiknya
* Hak atas pekerjaan yang layak dan kondisi kerja yang baik
* Hak untuk pendidikan lanjut
* Hak untuk tidak mengalami penganiayaan atau bentuk kekejaman lain, perlakuan atau penyiksaan secara tidak manusiawi yang sewenang-wenang.
Kekerasan perempuan dapat terjadi dalam bentuk:
* Tindak kekerasan fisik
* Tindak kekerasan non-fisik
* Tindak kekerasan psikologis atau jiwa
Tindak kekerasan fisik adalah tindakan yang bertujuan melukai, menyiksa atau menganiaya orang lain. Tindakan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan anggota tubuh pelaku (tangan, kaki) atau dengan alat-alat lainnya.
Tindak kekerasan non-fisik adalah tindakan yang bertujuan merendahkan citra atau kepercayaan diri seorang perempuan, baik melalui kata-kata maupun melalui perbuatan yang tidak disukai/dikehendaki korbannya.
Tindak kekerasan psikologis/jiwa adalah tindakan yang bertujuan mengganggu atau menekan emosi korban. Secara kejiwaan, korban menjadi tidak berani mengungkapkan pendapat, menjadi penurut, menjadi selalu bergantung pada suami atau orang lain dalam segala hal (termasuk keuangan). Akibatnya korban menjadi sasaran dan selalu dalam keadaan tertekan atau bahkan takut.
PELECEHAN SEKSUAL
Pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak diinginkan oleh orang yang menjadi sasaran.
Pelecehan seksual bisa terjadi dimana saja dan kapan saja, seperti di tempat kerja, di kampus/sekolah, di pesta, tempat rapat, dll.
Pelaku pelecehan seksual bisa teman, pacar, atasan di tempat kerja, dokter, dukun, dsb.
Akibat pelecehan seksual, korban merasa malu, marah, terhina, tersinggung, benci kepada pelaku, dendam kepada pelaku, shok/trauma berat, dll
Langkah-langkah yang perlu dilakukan korban:
* Bicara kepada orang lain tentang pelecehan seksual yang terjadi
* Membuat catatan kejadian (tanggal, jam, saksi)
* Memberi pelajaran kepada pelaku
* Melaporkan tindakan pelecehan seksual
* Mencari bantuan/dukungan kepada masyarakat
PEMERKOSAAN
Perkosaan adalah hubungan seksual yang terjadi tanpa diinginkan oleh korban. Seorang laki-laki menaruh penis, jari atau benda apapun ke dalam vagina, anus, atau mulut perempuan tanpa sekehendak perempuan itu, bisa dikategorikan sebagai tindak perkosaan.
Perkosaan dapat terjadi pada semua perempuan dari segala lapisan masyarakat tanpa memperdulikan umur, profesi, status perkawinan, penampilan, atau cara berpakaian. Berdasarkan pelakunya, perkosaan bisa dilakukan oleh:
* Orang yang dikenal: teman, tetangga, pacar, suami, atau anggota keluarga (bapak, paman, saudara).
* Orang yang tidak dikenal, biasanya disertai dengan tindak kejahatan, seperti perampokan, pencurian, penganiayaan, atau pembunuhan.
Tindak perkosaan membawa dampak emosional dan fisik kepada korbannya. Secara emosional, korban perkosaan bisa mengalami stress, depresi, goncangan jiwa, menyalahkan diri sendiri, rasa takut berhubungan intim dengan lawan jenis, dan kehamilan yang tidak diinginkan. Secara fisik, korban mengalami penurunan nafsu makan, sulit tidur, sakit kepala, tidak nyaman di sekitar vagina, berisiko tertular PMS, luka di tubuh akibat perkosaan dengan kekerasan, dan lainnya.
Perempuan yang menjadi korban perkosaan sebaiknya melakukan langkah-langkah berikut:
* Jangan mandi atau membersihkan kelamin sehingga sperma, serpihan kulit ataupun rambut pelaku tidak hilang untuk dijadikan bukti
* Kumpulkan semua benda yang dapat dijadikan barang bukti, misalnya: perhiasan dan pakaian yang melekat di tubuh korban atau barang-barang milik pelaku yang tertinggal. Masukkan barang bukti ke dalam kantong kertas atau kantong plastik.
* Segera lapor ke polisi terdekat dengan membawa bukti-bukti tersebut, dan sebaiknya dengan keluarga atau teman.
* Segera hubungi fasilitas kesehatan terdekat (dokter, puskesmas, rumah sakit) untuk mendapatkan surat keterangan yang menyatakan adanya tanda-tanda persetubuhan secara paksa (visum)
* Meyakinkan korban perkosaan bahwa dirinya bukan orang yang bersalah, tetapi pelaku yang bersalah.
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
Adalah kekerasan yang terjadi dalam lingkungan rumah tangga. Pada umumnya, pelaku kekerasan dalam rumah tangga adalah suami, dan korbannya adalah istri dan/atau anak-anaknya.
Kekerasan dalam rumah tangga bisa terjadi dalam bentuk kekerasan fisik, kekerasan psikologis/emosional, kekerasan seksual, dan kekerasan ekonomi.
Secara fisik, kekerasan dalam rumah tangga mencakup: menampar, memukul, menjambak rambut, menendang, menyundut dengan rokok, melukai dengan senjata, dsb
Secara psikologis, kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga termasuk penghinaan, komentar-komentar yang merendahkan, melarang istri mengunjungi saudara maupun teman-temannya, mengancam akan dikembalikan ke rumah orang tuanya, dll.
Secara seksual, kekerasan dapat terjadi dalam bentuk pemaksaan dan penuntutan hubungan seksual.
Secara ekonomi, kekerasan terjadi berupa tidak memberi nafkah istri, melarang istri bekerja atau membiarkan istri bekerja untuk dieksploitasi.
Korban kekerasan dalam rumah tangga biasanya enggan/tidak melaporkan kejadian karena menganggap hal tersebut biasa terjadi dalam rumah tangga atau tidak tahu kemana harus melapor.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan bila menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga, sbb:
* Menceritakan kejadian kepada orang lain, seperti teman dekat, kerabat, lembaga-lembaga pelayanan/konsultasi
* Melaporkan ke polisi
* Mencari jalan keluar dengan konsultasi psikologis maupun konsultasi hukum
* Mempersiapkan perlindungan diri, seperti uang, tabungan, surat-surat penting untuk kebutuhan pribadi dan anak
* Pergi ke dokter untuk mengobati luka-luka yang dialami, dan meminta dokter membuat visum.
Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan-penderitaan pada perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum atau dalam lingkungan kehidupan pribadi.
Seringkali kekerasan pada perempuan terjadi karena adanya ketimpangan atau ketidakadilan jender. Ketimpangan jender adalah perbedaan peran dan hak perempuan dan laki-laki di masyarakat yang menempatkan perempuan dalam status lebih rendah dari laki-laki. “Hak istimewa” yang dimiliki laki-laki ini seolah-olah menjadikan perempuan sebagai “barang” milik laki-laki yang berhak untuk diperlakukan semena-mena, termasuk dengan cara kekerasan.
Perempuan berhak memperoleh perlindungan hak asasi manusia. Kekerasan terhadap perempuan dapat berupa pelanggaran hak-hak berikut:
* Hak atas kehidupan
* Hak atas persamaan
* Hak atas kemerdekaan dan keamanan pribadi
* Hak atas perlindungan yang sama di muka umum
* Hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan fisik maupun mental yang sebaik-baiknya
* Hak atas pekerjaan yang layak dan kondisi kerja yang baik
* Hak untuk pendidikan lanjut
* Hak untuk tidak mengalami penganiayaan atau bentuk kekejaman lain, perlakuan atau penyiksaan secara tidak manusiawi yang sewenang-wenang.
Kekerasan perempuan dapat terjadi dalam bentuk:
* Tindak kekerasan fisik
* Tindak kekerasan non-fisik
* Tindak kekerasan psikologis atau jiwa
Tindak kekerasan fisik adalah tindakan yang bertujuan melukai, menyiksa atau menganiaya orang lain. Tindakan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan anggota tubuh pelaku (tangan, kaki) atau dengan alat-alat lainnya.
Tindak kekerasan non-fisik adalah tindakan yang bertujuan merendahkan citra atau kepercayaan diri seorang perempuan, baik melalui kata-kata maupun melalui perbuatan yang tidak disukai/dikehendaki korbannya.
Tindak kekerasan psikologis/jiwa adalah tindakan yang bertujuan mengganggu atau menekan emosi korban. Secara kejiwaan, korban menjadi tidak berani mengungkapkan pendapat, menjadi penurut, menjadi selalu bergantung pada suami atau orang lain dalam segala hal (termasuk keuangan). Akibatnya korban menjadi sasaran dan selalu dalam keadaan tertekan atau bahkan takut.
PELECEHAN SEKSUAL
Pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak diinginkan oleh orang yang menjadi sasaran.
Pelecehan seksual bisa terjadi dimana saja dan kapan saja, seperti di tempat kerja, di kampus/sekolah, di pesta, tempat rapat, dll.
Pelaku pelecehan seksual bisa teman, pacar, atasan di tempat kerja, dokter, dukun, dsb.
Akibat pelecehan seksual, korban merasa malu, marah, terhina, tersinggung, benci kepada pelaku, dendam kepada pelaku, shok/trauma berat, dll
Langkah-langkah yang perlu dilakukan korban:
* Bicara kepada orang lain tentang pelecehan seksual yang terjadi
* Membuat catatan kejadian (tanggal, jam, saksi)
* Memberi pelajaran kepada pelaku
* Melaporkan tindakan pelecehan seksual
* Mencari bantuan/dukungan kepada masyarakat
PEMERKOSAAN
Perkosaan adalah hubungan seksual yang terjadi tanpa diinginkan oleh korban. Seorang laki-laki menaruh penis, jari atau benda apapun ke dalam vagina, anus, atau mulut perempuan tanpa sekehendak perempuan itu, bisa dikategorikan sebagai tindak perkosaan.
Perkosaan dapat terjadi pada semua perempuan dari segala lapisan masyarakat tanpa memperdulikan umur, profesi, status perkawinan, penampilan, atau cara berpakaian. Berdasarkan pelakunya, perkosaan bisa dilakukan oleh:
* Orang yang dikenal: teman, tetangga, pacar, suami, atau anggota keluarga (bapak, paman, saudara).
* Orang yang tidak dikenal, biasanya disertai dengan tindak kejahatan, seperti perampokan, pencurian, penganiayaan, atau pembunuhan.
Tindak perkosaan membawa dampak emosional dan fisik kepada korbannya. Secara emosional, korban perkosaan bisa mengalami stress, depresi, goncangan jiwa, menyalahkan diri sendiri, rasa takut berhubungan intim dengan lawan jenis, dan kehamilan yang tidak diinginkan. Secara fisik, korban mengalami penurunan nafsu makan, sulit tidur, sakit kepala, tidak nyaman di sekitar vagina, berisiko tertular PMS, luka di tubuh akibat perkosaan dengan kekerasan, dan lainnya.
Perempuan yang menjadi korban perkosaan sebaiknya melakukan langkah-langkah berikut:
* Jangan mandi atau membersihkan kelamin sehingga sperma, serpihan kulit ataupun rambut pelaku tidak hilang untuk dijadikan bukti
* Kumpulkan semua benda yang dapat dijadikan barang bukti, misalnya: perhiasan dan pakaian yang melekat di tubuh korban atau barang-barang milik pelaku yang tertinggal. Masukkan barang bukti ke dalam kantong kertas atau kantong plastik.
* Segera lapor ke polisi terdekat dengan membawa bukti-bukti tersebut, dan sebaiknya dengan keluarga atau teman.
* Segera hubungi fasilitas kesehatan terdekat (dokter, puskesmas, rumah sakit) untuk mendapatkan surat keterangan yang menyatakan adanya tanda-tanda persetubuhan secara paksa (visum)
* Meyakinkan korban perkosaan bahwa dirinya bukan orang yang bersalah, tetapi pelaku yang bersalah.
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
Adalah kekerasan yang terjadi dalam lingkungan rumah tangga. Pada umumnya, pelaku kekerasan dalam rumah tangga adalah suami, dan korbannya adalah istri dan/atau anak-anaknya.
Kekerasan dalam rumah tangga bisa terjadi dalam bentuk kekerasan fisik, kekerasan psikologis/emosional, kekerasan seksual, dan kekerasan ekonomi.
Secara fisik, kekerasan dalam rumah tangga mencakup: menampar, memukul, menjambak rambut, menendang, menyundut dengan rokok, melukai dengan senjata, dsb
Secara psikologis, kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga termasuk penghinaan, komentar-komentar yang merendahkan, melarang istri mengunjungi saudara maupun teman-temannya, mengancam akan dikembalikan ke rumah orang tuanya, dll.
Secara seksual, kekerasan dapat terjadi dalam bentuk pemaksaan dan penuntutan hubungan seksual.
Secara ekonomi, kekerasan terjadi berupa tidak memberi nafkah istri, melarang istri bekerja atau membiarkan istri bekerja untuk dieksploitasi.
Korban kekerasan dalam rumah tangga biasanya enggan/tidak melaporkan kejadian karena menganggap hal tersebut biasa terjadi dalam rumah tangga atau tidak tahu kemana harus melapor.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan bila menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga, sbb:
* Menceritakan kejadian kepada orang lain, seperti teman dekat, kerabat, lembaga-lembaga pelayanan/konsultasi
* Melaporkan ke polisi
* Mencari jalan keluar dengan konsultasi psikologis maupun konsultasi hukum
* Mempersiapkan perlindungan diri, seperti uang, tabungan, surat-surat penting untuk kebutuhan pribadi dan anak
* Pergi ke dokter untuk mengobati luka-luka yang dialami, dan meminta dokter membuat visum.
Jumat, 01 April 2011
Menkop Izinkan Nurdin Urus PSSI Dulu Ketimbang Dekopin
Jakarta - Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Sjarifuddin Hasan enggan menanggapi soal kinerja Nurdin Halid dalam mengurus Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin). Sjarif malah membiarkan Nurdin menyelesaikan masalahnya dulu di PSSI.
"Yang menilai bukan saya dong. Ya gini lah dia kan lagi sibuk di PSSI, biarkanlah dia disana dulu. Diselesaikan dulu," kata Sjarif saat ditemui detikFinance di Gedung BI, Jumat (1/4/2011).
Ia menegaskan, kepengurusan Nurdin Halid di Dekopin tak bisa dinilai secara personal saja. Namun kata Sjarif, Dekopin diurus dan ditangani oleh tim, bukan perorangan.
"Kepengurusan itu kan kolektif Dekopin tidak bisa diukur pribadi ke pribadi, kepemimpinan tidak bisa, jangan hanya kepada pribadi orang dong. Dekopin ya Dekopin bukan pribadi siapa yang memimpin," tegas politisi Partai Demokrat ini.
Seperti diketahui, Nurdin Halid kembali menduduki kursi Ketum Dekopin periode 2009-2014. Nurdin sebelumnya telah menjabat sebagai Ketua Dekopin periode 1999-2004. Kepemimpinan Nurdin sempat 'tergusur' karena yang bersangkutan terjerat kasus korupsi.
Tahun 2004 ia terjerat kasus korupsi, Dekopin dipimpin oleh Plt yakni Sri Edi Swasono. Nurdin Halid kembali terpilih kembali menjadi Ketua Umum Dekopin (2009-2014) hasil rekonsiliasi dua kubu (Adi Sasono vs Nurdin Halid) yang difasilitasi Menteri Negara Koperasi dan UKM Sjarifuddin Hasan di pertengahan Desember 2009 lalu. Pengangkatan Nurdin ini mengakhiri dualisme kepemimpinan Dekopin selama 4 tahun.
Menurut mantan Ketua Umum Dekopin versi Adi Sasono, Benny Pasaribu, Dekopin mendapatkan dana dari APBN yang cukup besar. Benny mengungkapkan, setiap tahun uang yang dikucurkan ke Dekopin sangat besar rata-rata diatas Rp 70 miliar. Anggaran yang diterima Dekopin dari APBN pada 2006 sebesar Rp 21 miliar, Rp 70 miliar pada 2007, Rp 68 miliar pada 2008, dan Rp 50 miliar di 2009.
daftar pustaka :
http://www.detikfinance.com/read/2011/04/01/160128/1606634/4/menkop-izinkan-nurdin-urus-pssi-dulu-ketimbang-dekopin
"Yang menilai bukan saya dong. Ya gini lah dia kan lagi sibuk di PSSI, biarkanlah dia disana dulu. Diselesaikan dulu," kata Sjarif saat ditemui detikFinance di Gedung BI, Jumat (1/4/2011).
Ia menegaskan, kepengurusan Nurdin Halid di Dekopin tak bisa dinilai secara personal saja. Namun kata Sjarif, Dekopin diurus dan ditangani oleh tim, bukan perorangan.
"Kepengurusan itu kan kolektif Dekopin tidak bisa diukur pribadi ke pribadi, kepemimpinan tidak bisa, jangan hanya kepada pribadi orang dong. Dekopin ya Dekopin bukan pribadi siapa yang memimpin," tegas politisi Partai Demokrat ini.
Seperti diketahui, Nurdin Halid kembali menduduki kursi Ketum Dekopin periode 2009-2014. Nurdin sebelumnya telah menjabat sebagai Ketua Dekopin periode 1999-2004. Kepemimpinan Nurdin sempat 'tergusur' karena yang bersangkutan terjerat kasus korupsi.
Tahun 2004 ia terjerat kasus korupsi, Dekopin dipimpin oleh Plt yakni Sri Edi Swasono. Nurdin Halid kembali terpilih kembali menjadi Ketua Umum Dekopin (2009-2014) hasil rekonsiliasi dua kubu (Adi Sasono vs Nurdin Halid) yang difasilitasi Menteri Negara Koperasi dan UKM Sjarifuddin Hasan di pertengahan Desember 2009 lalu. Pengangkatan Nurdin ini mengakhiri dualisme kepemimpinan Dekopin selama 4 tahun.
Menurut mantan Ketua Umum Dekopin versi Adi Sasono, Benny Pasaribu, Dekopin mendapatkan dana dari APBN yang cukup besar. Benny mengungkapkan, setiap tahun uang yang dikucurkan ke Dekopin sangat besar rata-rata diatas Rp 70 miliar. Anggaran yang diterima Dekopin dari APBN pada 2006 sebesar Rp 21 miliar, Rp 70 miliar pada 2007, Rp 68 miliar pada 2008, dan Rp 50 miliar di 2009.
daftar pustaka :
http://www.detikfinance.com/read/2011/04/01/160128/1606634/4/menkop-izinkan-nurdin-urus-pssi-dulu-ketimbang-dekopin
Kekerasan Dalam Pacaran
Kekerasan Dalam Pacaran adalah suatu tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi.
Pada umumnya, sangat sedikit masyarakat yang tahu adanya kekerasan yang terjadi dalam pacaran, karena sebagian besar menganggap bahwa masa pacaran adalah masa yang penuh dengan hal-hal yang indah. Ini adalah salah satu bentuk ketidaktahuan masyarakat akibat kurangnya informasi dan data dari laporan korban mengenai kekerasan tersebut.
Kekerasan Dalam Pacaran yang sebagian besar korbannya adalah perempuan ini sering diakibatkan adanya ketimpangan antara laki-laki dan perempuan yang dianut oleh masyarakat luas pada umumnya.
Perempuan menurut pandangan laki-laki biasanya dianggap sebagai makhluk yang lemah, penurut, pasif, sehingga menjadi alasan utama terjadinya perlakuan yang semena-mena.
Kekerasan Dalam Pacaran yang sering terjadi biasanya terdiri atas beberapa jenis misalnya serangan fisik, mental, ekonomi, psikologis dan seksual. Secara rinci adalah sebagai berikut:
Dari segi fisik misalnya memukul, menendang, ataupun mencubit, untuk segi mental biasanya, cemburu yang berlebihan, pemaksaan, dan perlakuan kasar di depan umum,” katanya.
Dari segi ekonomi, kekerasan juga bisa terjadi. Misalnya, ada pasangan yang sering meminjam uang atau barang tanpa pernah mengembalikan.
Dari segi psikologis misalnya bila pacarmu suka menghina kamu, selalu menilai kelebihan orang lain tanpa melihat kelebihan kamu, , cemburu yang berlebihan dan lain sebagainya
Sedangkan dari segi seksual adalah pasangan yang memaksa pasangannya untuk melakukan hubungan seksual, pemerkosaan dlsb.
Menghadapi kekerasan dalam pacaran seringkali lebih sulit bagi kita, karena anggapan bahwa orang pacaran pasti didasari perasaan cinta, simpati, sayang dan perasaan perasaan lain yang positif. Sehingga kalau pacar kita marah marah dan membentak atau menampar kita, kita pikir karena dia memang lagi capek, lagi kesel, bad mood atau mungkin karena kesalahan kita sendiri, sehingga dia marah.
Hal klasik yang sering mucul dalam kasus kekerasan dalam pacaran adalah perasaan menyalahkan diri sendiri dan merasa “pantas” diperlakukan seperti itu. Pikiran seperti “ah mungkin karena saya memang kurang cantik, sehingga dia sebel”, atau “ mungkin karena saya kurang perhatian sama dia” , “ mungkin karena saya kurang sabar” dan lain lain, sehingga dia jadi “ketagihan” merendahkan dan melakukan terus kekerasan terhadap pasangannya.
Refleksi bagi remaja:
Untuk itu, para remaja harus mewaspadai bibit-bibit kekerasan yang terjadi dalam hubungan mereka, sehingga apabila bibit tersebut mulai terlihat, maka remaja mampu mengambil sikap yang tegas.
Daftar pustaka
http://www.antaranews.com/berita/1282318658/psikolog-remaja-perlu-waspadai-kekerasan-dalam-pacaran
http://forum.detik.com/showthread.php?t=46500
Pada umumnya, sangat sedikit masyarakat yang tahu adanya kekerasan yang terjadi dalam pacaran, karena sebagian besar menganggap bahwa masa pacaran adalah masa yang penuh dengan hal-hal yang indah. Ini adalah salah satu bentuk ketidaktahuan masyarakat akibat kurangnya informasi dan data dari laporan korban mengenai kekerasan tersebut.
Kekerasan Dalam Pacaran yang sebagian besar korbannya adalah perempuan ini sering diakibatkan adanya ketimpangan antara laki-laki dan perempuan yang dianut oleh masyarakat luas pada umumnya.
Perempuan menurut pandangan laki-laki biasanya dianggap sebagai makhluk yang lemah, penurut, pasif, sehingga menjadi alasan utama terjadinya perlakuan yang semena-mena.
Kekerasan Dalam Pacaran yang sering terjadi biasanya terdiri atas beberapa jenis misalnya serangan fisik, mental, ekonomi, psikologis dan seksual. Secara rinci adalah sebagai berikut:
Dari segi fisik misalnya memukul, menendang, ataupun mencubit, untuk segi mental biasanya, cemburu yang berlebihan, pemaksaan, dan perlakuan kasar di depan umum,” katanya.
Dari segi ekonomi, kekerasan juga bisa terjadi. Misalnya, ada pasangan yang sering meminjam uang atau barang tanpa pernah mengembalikan.
Dari segi psikologis misalnya bila pacarmu suka menghina kamu, selalu menilai kelebihan orang lain tanpa melihat kelebihan kamu, , cemburu yang berlebihan dan lain sebagainya
Sedangkan dari segi seksual adalah pasangan yang memaksa pasangannya untuk melakukan hubungan seksual, pemerkosaan dlsb.
Menghadapi kekerasan dalam pacaran seringkali lebih sulit bagi kita, karena anggapan bahwa orang pacaran pasti didasari perasaan cinta, simpati, sayang dan perasaan perasaan lain yang positif. Sehingga kalau pacar kita marah marah dan membentak atau menampar kita, kita pikir karena dia memang lagi capek, lagi kesel, bad mood atau mungkin karena kesalahan kita sendiri, sehingga dia marah.
Hal klasik yang sering mucul dalam kasus kekerasan dalam pacaran adalah perasaan menyalahkan diri sendiri dan merasa “pantas” diperlakukan seperti itu. Pikiran seperti “ah mungkin karena saya memang kurang cantik, sehingga dia sebel”, atau “ mungkin karena saya kurang perhatian sama dia” , “ mungkin karena saya kurang sabar” dan lain lain, sehingga dia jadi “ketagihan” merendahkan dan melakukan terus kekerasan terhadap pasangannya.
Refleksi bagi remaja:
Untuk itu, para remaja harus mewaspadai bibit-bibit kekerasan yang terjadi dalam hubungan mereka, sehingga apabila bibit tersebut mulai terlihat, maka remaja mampu mengambil sikap yang tegas.
Daftar pustaka
http://www.antaranews.com/berita/1282318658/psikolog-remaja-perlu-waspadai-kekerasan-dalam-pacaran
http://forum.detik.com/showthread.php?t=46500
KEKERASAN DI LINGKUNGAN SEKOLAH
Akhir-akhir ini kita seringkali melihat, mendengar dan menyaksikan kekerasan dalam pendidikan. Baik itu yang dilakukan oleh siswa, ataupun guru. Masih ingat dengan pemberitaan tentang tindakan guru yang menampar siswanya? Atau hukuman yang diberikan oleh pendidik kepada anak didiknya. Apakah hukuman kepada siswa bandel, yang pada dasarnya masih berusia remaja memang harus seperti itu. Wah serem ya juga kalau hal seperti itu terus terjadi.
Kekerasan dalam lingkungan sekolah kini semakin banyak terungkap. Orangtua yang tidak terima atas perlakuan guru terhadap anaknya pun tak segan-segan melaporkan tindakan itu kepada polisi. Dan bagi kalangan pendidik sendiri, mereka juga punya alasan kuat sehingga sampai
harus memberikan hukuman. (Evin)
Namun bagi kalangan orangtua, hukuman yang diberikan
kepada siswa tidak harus berupa .sik apalagi kontak
.sik, bahkan kekerasan. Orang tua karuan saja tidak bakal
terima kalau remaja mereka dipukul atau sejenisnya. Bagi
orangtua, sekolah adalah tempat untuk menimba ilmu,
bersosialisasi, mengembangkan minat dan bakat, berlatih
disiplin dan sekaligus sebagai tempat anak dan remaja
mendapatkan bimbingan dan arahan dari para guru.
Kalau pun toh si remaja punya kesalahan atau melanggar
aturan, bukan berarti harus dihukum secara .sik, apalagi
kontak .sik, seperti pemukulan dan sejenisnya. Dan
peraturan di sekolah pun, tidak ada yang mengatur tentang
hukuman .sik. Sanksi terhadap pelanggaran, biasanya
lebih mengarah kepada pembinaan. Baik kepada siswa itu
sendiri, maupun pemberitahuan kepada orangtua.
”Bagi saya, sah-sah saja ada penerapan kedisplinan
terhadap siswa. Tetapi kalau siswa melanggar, bukan berarti
siswa itu boleh dipukul atau dihukum dengan kekerasan
.sik. Namun bagi saya, terjadinya kasus kekerasan
yang dilakukan guru terhadap siswa, hal itu karena ulah
oknum guru semata. Saya paham, setiap guru mempunyai
sifat dasar yang berbeda-beda. Hukuman boleh saja, tetapi
tidak perlu sampai terjadi kekerasan, seperti yang ditayangkan
di media massa,” ungkap Kepala Dikmenumjur,
Bapak Drs. H. Mu’ad Mawardi, SE, MM, M. Pd, kepada Mentari Magazine, Rabu (10/12).
Ia juga menyadari setiap siswa pun mempunyai kemampuan
dan sifat yang berbeda-beda. Ada siswa yang
rajin belajar dan punya prestasi, tapi ada pula siswa yang
prestasinya jeblok, bahkan sering melanggar aturan sekolah.
Pria paruh baya yang tinggal di Sukodadi ini berpendapat
persoalan itu bisa ditangani oleh guru bidang
psikologi di sekolah. Melalui guru psikologi ini, persoalan
seputar perilaku siswa justru bisa ditangani lebih baik,
ketimbang memberikan hukuman secara .sik, apalagi
sampai terjadi kekerasan. Dan dalam penerapan aturan
sekolah, ia berharap ada sebuah kebijakan yang mendidik.
Tanamkan lebih jauh mengenai etika, moral dan
bekal agama kepada siswa. Sementara Miftahul Muin, yang sehari-hari mengajar
di SMK Muhammadiyah 1 Lamongan, tidak sepakat dengan
adanya hukuman berupa tindakan kekerasan kepada
siswa. Karena menurutnya masih banyak cara lain untuk
mengarahkan dan membimbing remaja di lingkungan sekolah.
Bila hukuman .sik selalu diterapkan, bukan tidak
mungkin malah akan berimbas pada kondisi psikologis si
remaja. Bisa jadi si remaja terguncang jiwanya.
”Dalam pendidikan tidak dikenalkan kekerasan.
Karena itu saya tidak sepakat hukuman berupa tindakan
.sik apalagi kekerasan .sik. Masih ada cara lain yang
lebih mendidik. Misalnya dengan memberikan hukuman
berupa pernyataan yang mendorong si remaja untuk berbuat
baik maupun termotivasi belajar. Bisa juga dengan
penghargaan hadiah,” terangnya.
Setiap guru sebenarnya sudah mempunyai bekal ilmu
tentang psikologis anak. Dan ketika bertugas di sekolah
mendapati siswa yang bandel atau kerap melanggar aturan,
justru hal itu adalah sebuah tantangan bagi seorang
guru. ”Hukuman kekerasan .sik tidak akan mengubah
perilaku anak menjadi baik. Justru malah bisa menjadi
bumerang bagi guru yang bersangkutan. Dan sebagai
seorang pendidik, memang harus bisa mengendalikan
diri, dalam menghadapi berbagai karakter dan perilaku
siswa.”
Daftar pustaka
© SMK Muhammadiyah 1 Lamongan 2007
Kekerasan dalam lingkungan sekolah kini semakin banyak terungkap. Orangtua yang tidak terima atas perlakuan guru terhadap anaknya pun tak segan-segan melaporkan tindakan itu kepada polisi. Dan bagi kalangan pendidik sendiri, mereka juga punya alasan kuat sehingga sampai
harus memberikan hukuman. (Evin)
Namun bagi kalangan orangtua, hukuman yang diberikan
kepada siswa tidak harus berupa .sik apalagi kontak
.sik, bahkan kekerasan. Orang tua karuan saja tidak bakal
terima kalau remaja mereka dipukul atau sejenisnya. Bagi
orangtua, sekolah adalah tempat untuk menimba ilmu,
bersosialisasi, mengembangkan minat dan bakat, berlatih
disiplin dan sekaligus sebagai tempat anak dan remaja
mendapatkan bimbingan dan arahan dari para guru.
Kalau pun toh si remaja punya kesalahan atau melanggar
aturan, bukan berarti harus dihukum secara .sik, apalagi
kontak .sik, seperti pemukulan dan sejenisnya. Dan
peraturan di sekolah pun, tidak ada yang mengatur tentang
hukuman .sik. Sanksi terhadap pelanggaran, biasanya
lebih mengarah kepada pembinaan. Baik kepada siswa itu
sendiri, maupun pemberitahuan kepada orangtua.
”Bagi saya, sah-sah saja ada penerapan kedisplinan
terhadap siswa. Tetapi kalau siswa melanggar, bukan berarti
siswa itu boleh dipukul atau dihukum dengan kekerasan
.sik. Namun bagi saya, terjadinya kasus kekerasan
yang dilakukan guru terhadap siswa, hal itu karena ulah
oknum guru semata. Saya paham, setiap guru mempunyai
sifat dasar yang berbeda-beda. Hukuman boleh saja, tetapi
tidak perlu sampai terjadi kekerasan, seperti yang ditayangkan
di media massa,” ungkap Kepala Dikmenumjur,
Bapak Drs. H. Mu’ad Mawardi, SE, MM, M. Pd, kepada Mentari Magazine, Rabu (10/12).
Ia juga menyadari setiap siswa pun mempunyai kemampuan
dan sifat yang berbeda-beda. Ada siswa yang
rajin belajar dan punya prestasi, tapi ada pula siswa yang
prestasinya jeblok, bahkan sering melanggar aturan sekolah.
Pria paruh baya yang tinggal di Sukodadi ini berpendapat
persoalan itu bisa ditangani oleh guru bidang
psikologi di sekolah. Melalui guru psikologi ini, persoalan
seputar perilaku siswa justru bisa ditangani lebih baik,
ketimbang memberikan hukuman secara .sik, apalagi
sampai terjadi kekerasan. Dan dalam penerapan aturan
sekolah, ia berharap ada sebuah kebijakan yang mendidik.
Tanamkan lebih jauh mengenai etika, moral dan
bekal agama kepada siswa. Sementara Miftahul Muin, yang sehari-hari mengajar
di SMK Muhammadiyah 1 Lamongan, tidak sepakat dengan
adanya hukuman berupa tindakan kekerasan kepada
siswa. Karena menurutnya masih banyak cara lain untuk
mengarahkan dan membimbing remaja di lingkungan sekolah.
Bila hukuman .sik selalu diterapkan, bukan tidak
mungkin malah akan berimbas pada kondisi psikologis si
remaja. Bisa jadi si remaja terguncang jiwanya.
”Dalam pendidikan tidak dikenalkan kekerasan.
Karena itu saya tidak sepakat hukuman berupa tindakan
.sik apalagi kekerasan .sik. Masih ada cara lain yang
lebih mendidik. Misalnya dengan memberikan hukuman
berupa pernyataan yang mendorong si remaja untuk berbuat
baik maupun termotivasi belajar. Bisa juga dengan
penghargaan hadiah,” terangnya.
Setiap guru sebenarnya sudah mempunyai bekal ilmu
tentang psikologis anak. Dan ketika bertugas di sekolah
mendapati siswa yang bandel atau kerap melanggar aturan,
justru hal itu adalah sebuah tantangan bagi seorang
guru. ”Hukuman kekerasan .sik tidak akan mengubah
perilaku anak menjadi baik. Justru malah bisa menjadi
bumerang bagi guru yang bersangkutan. Dan sebagai
seorang pendidik, memang harus bisa mengendalikan
diri, dalam menghadapi berbagai karakter dan perilaku
siswa.”
Daftar pustaka
© SMK Muhammadiyah 1 Lamongan 2007
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
Kekerasan dalam rumah tangga adalah kekerasan yang terjadi dalam lingkungan rumah tangga. Pada umumnya, pelaku kekerasan dalam rumah tangga adalah suami, dan korbannya adalah istri dan/atau anak-anaknya.
Kekerasan dalam rumah tangga bisa terjadi dalam bentuk kekerasan fisik, kekerasan psikologis/emosional, kekerasan seksual, dan kekerasan ekonomi.
Secara fisik, kekerasan dalam rumah tangga mencakup: menampar, memukul, menjambak rambut, menendang, menyundut dengan rokok, melukai dengan senjata, dsb.
Secara psikologis, kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga termasuk penghinaan, komentar-komentar yang merendahkan, melarang istri mengunjungi saudara maupun teman-temannya, mengancam akan dikembalikan ke rumah orang tuanya, dll.
Secara seksual, kekerasan dapat terjadi dalam bentuk pemaksaan dan penuntutan hubungan seksual.
Secara ekonomi, kekerasan terjadi berupa tidak memberi nafkah istri, melarang istri bekerja atau membiarkan istri bekerja untuk dieksploitasi.
Korban kekerasan dalam rumah tangga biasanya enggan/tidak melaporkan kejadian karena menganggap hal tersebut biasa terjadi dalam rumah tangga atau tidak tahu kemana harus melapor.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan bila menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga, sbb:
• Menceritakan kejadian kepada orang lain, seperti teman dekat, kerabat, lembaga-lembaga pelayanan/konsultasi
• Melaporkan ke polisi
• Mencari jalan keluar dengan konsultasi psikologis maupun konsultasi hukum
• Mempersiapkan perlindungan diri, seperti uang, tabungan, surat-surat penting untuk kebutuhan pribadi dan anak
• Pergi ke dokter untuk mengobati luka-luka yang dialami, dan meminta dokter membuat visum.
daftar pustaka
http://dylaaquariussmile.blogspot.com
Kekerasan dalam rumah tangga bisa terjadi dalam bentuk kekerasan fisik, kekerasan psikologis/emosional, kekerasan seksual, dan kekerasan ekonomi.
Secara fisik, kekerasan dalam rumah tangga mencakup: menampar, memukul, menjambak rambut, menendang, menyundut dengan rokok, melukai dengan senjata, dsb.
Secara psikologis, kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga termasuk penghinaan, komentar-komentar yang merendahkan, melarang istri mengunjungi saudara maupun teman-temannya, mengancam akan dikembalikan ke rumah orang tuanya, dll.
Secara seksual, kekerasan dapat terjadi dalam bentuk pemaksaan dan penuntutan hubungan seksual.
Secara ekonomi, kekerasan terjadi berupa tidak memberi nafkah istri, melarang istri bekerja atau membiarkan istri bekerja untuk dieksploitasi.
Korban kekerasan dalam rumah tangga biasanya enggan/tidak melaporkan kejadian karena menganggap hal tersebut biasa terjadi dalam rumah tangga atau tidak tahu kemana harus melapor.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan bila menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga, sbb:
• Menceritakan kejadian kepada orang lain, seperti teman dekat, kerabat, lembaga-lembaga pelayanan/konsultasi
• Melaporkan ke polisi
• Mencari jalan keluar dengan konsultasi psikologis maupun konsultasi hukum
• Mempersiapkan perlindungan diri, seperti uang, tabungan, surat-surat penting untuk kebutuhan pribadi dan anak
• Pergi ke dokter untuk mengobati luka-luka yang dialami, dan meminta dokter membuat visum.
daftar pustaka
http://dylaaquariussmile.blogspot.com
Langganan:
Postingan (Atom)