Jumat, 01 April 2011

KEKERASAN DI LINGKUNGAN SEKOLAH

Akhir-akhir ini kita seringkali melihat, mendengar dan menyaksikan kekerasan dalam pendidikan. Baik itu yang dilakukan oleh siswa, ataupun guru. Masih ingat dengan pemberitaan tentang tindakan guru yang menampar siswanya? Atau hukuman yang diberikan oleh pendidik kepada anak didiknya. Apakah hukuman kepada siswa bandel, yang pada dasarnya masih berusia remaja memang harus seperti itu. Wah serem ya juga kalau hal seperti itu terus terjadi.
Kekerasan dalam lingkungan sekolah kini semakin banyak terungkap. Orangtua yang tidak terima atas perlakuan guru terhadap anaknya pun tak segan-segan melaporkan tindakan itu kepada polisi. Dan bagi kalangan pendidik sendiri, mereka juga punya alasan kuat sehingga sampai
harus memberikan hukuman. (Evin)
Namun bagi kalangan orangtua, hukuman yang diberikan
kepada siswa tidak harus berupa .sik apalagi kontak
.sik, bahkan kekerasan. Orang tua karuan saja tidak bakal
terima kalau remaja mereka dipukul atau sejenisnya. Bagi
orangtua, sekolah adalah tempat untuk menimba ilmu,
bersosialisasi, mengembangkan minat dan bakat, berlatih
disiplin dan sekaligus sebagai tempat anak dan remaja
mendapatkan bimbingan dan arahan dari para guru.
Kalau pun toh si remaja punya kesalahan atau melanggar
aturan, bukan berarti harus dihukum secara .sik, apalagi
kontak .sik, seperti pemukulan dan sejenisnya. Dan
peraturan di sekolah pun, tidak ada yang mengatur tentang
hukuman .sik. Sanksi terhadap pelanggaran, biasanya
lebih mengarah kepada pembinaan. Baik kepada siswa itu
sendiri, maupun pemberitahuan kepada orangtua.
”Bagi saya, sah-sah saja ada penerapan kedisplinan
terhadap siswa. Tetapi kalau siswa melanggar, bukan berarti
siswa itu boleh dipukul atau dihukum dengan kekerasan
.sik. Namun bagi saya, terjadinya kasus kekerasan
yang dilakukan guru terhadap siswa, hal itu karena ulah
oknum guru semata. Saya paham, setiap guru mempunyai
sifat dasar yang berbeda-beda. Hukuman boleh saja, tetapi
tidak perlu sampai terjadi kekerasan, seperti yang ditayangkan
di media massa,” ungkap Kepala Dikmenumjur,
Bapak Drs. H. Mu’ad Mawardi, SE, MM, M. Pd, kepada Mentari Magazine, Rabu (10/12).
Ia juga menyadari setiap siswa pun mempunyai kemampuan
dan sifat yang berbeda-beda. Ada siswa yang
rajin belajar dan punya prestasi, tapi ada pula siswa yang
prestasinya jeblok, bahkan sering melanggar aturan sekolah.
Pria paruh baya yang tinggal di Sukodadi ini berpendapat
persoalan itu bisa ditangani oleh guru bidang
psikologi di sekolah. Melalui guru psikologi ini, persoalan
seputar perilaku siswa justru bisa ditangani lebih baik,
ketimbang memberikan hukuman secara .sik, apalagi
sampai terjadi kekerasan. Dan dalam penerapan aturan
sekolah, ia berharap ada sebuah kebijakan yang mendidik.
Tanamkan lebih jauh mengenai etika, moral dan
bekal agama kepada siswa. Sementara Miftahul Muin, yang sehari-hari mengajar
di SMK Muhammadiyah 1 Lamongan, tidak sepakat dengan
adanya hukuman berupa tindakan kekerasan kepada
siswa. Karena menurutnya masih banyak cara lain untuk
mengarahkan dan membimbing remaja di lingkungan sekolah.
Bila hukuman .sik selalu diterapkan, bukan tidak
mungkin malah akan berimbas pada kondisi psikologis si
remaja. Bisa jadi si remaja terguncang jiwanya.
”Dalam pendidikan tidak dikenalkan kekerasan.
Karena itu saya tidak sepakat hukuman berupa tindakan
.sik apalagi kekerasan .sik. Masih ada cara lain yang
lebih mendidik. Misalnya dengan memberikan hukuman
berupa pernyataan yang mendorong si remaja untuk berbuat
baik maupun termotivasi belajar. Bisa juga dengan
penghargaan hadiah,” terangnya.
Setiap guru sebenarnya sudah mempunyai bekal ilmu
tentang psikologis anak. Dan ketika bertugas di sekolah
mendapati siswa yang bandel atau kerap melanggar aturan,
justru hal itu adalah sebuah tantangan bagi seorang
guru. ”Hukuman kekerasan .sik tidak akan mengubah
perilaku anak menjadi baik. Justru malah bisa menjadi
bumerang bagi guru yang bersangkutan. Dan sebagai
seorang pendidik, memang harus bisa mengendalikan
diri, dalam menghadapi berbagai karakter dan perilaku
siswa.”

Daftar pustaka
© SMK Muhammadiyah 1 Lamongan 2007

Tidak ada komentar:

Cari Blog Ini